Agar Kita Selamat
I-Dream Radio — Oase — Semua manusia ingin keselamatan. Karenanya di mana-mana dipancang slogan “Safety is our Priority”.
Dalam slogan lain kadang berbunyi ” Safety First”. Apapun semua ungkapan itu intinya sama, menyerukan keselamatan. Namun
ingat bahwa hakikat keselamatan sebenarnya bukan selamat di dunia. Sebab dunia dirancang bukan untuk menjadi tempat
selamanya. Karenanya, sehebat apapun manusia memproteksi dirinya, ujung-ujungnya ia pasti mati. Oleh karena itu setiap kita
berbicara tentang keselamatan, sebenarnya itu maksudnya bukan sekadar selamat di dunia, tetapi juga di akhirat. Apa saja
yang harus kita lakukan supaya kita selamat di dunia dan akhirat:
Pertama, Utamakan Allah
Allah Pencipta manusia dan pencipta segala makhluk di alam semesta. Dialah Pemilik langit dan bumi. Pun Dialah yang
mengurus dan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan manusia untuk bisa hidup di muka bumi. Lebih dari itu Dialah yang
memiliki dunia dan akhirat. Semua manusia kelak akan kembali kepadaNya. Maka sungguh bahagia manusia yang selama hidup di
dunia mematuhi aturanNya, di mana ia kelak setelah kembali kepadaNya, membawa amal-amal yang disukaiNya. Sebaliknya sungguh
celaka manusia yang lalai. Diberi kesempatan hidup sekali malah disia-siakan. Segala kesempatan itu hanya diisi dengan
dosa-dosa dan kesia-siaan. Bayangkan bagaimana penderitaan manusia semacam ini, di saat kelak menghadap Allah, dengan
dosa-dosa dan perbuatan yang paling Allah benci.
Bayangkan jika Anda sedang menghadap bos Anda dengan membawa laporan kerja yang isinya kegiatan sia-sia atau merusak
perusahaan. Padahal Anda telah mendapatkan fasilitas lengkap dari bos Anda. Namun semua fasilitas itu Anda gunakan bukan
untuk melakukan tugas-tugas kantor Anda. Melainkan justru digunakan untuk merusak program perusahaan itu sendiri. Apa yang
Anda bayangkan tentang ancaman yang akan ditimpakan bos Anda kepada Anda? Lalu bayangkan jika ini terjadi di hadapan Allah
yang Mahatahu. Kalau kepada bos Anda, mungkin Anda masih bisa berbohong, tetapi kepada Allah, Anda tidak mungkin bisa
berbasa-basi, atau bersembunyi atau berpura-pura.
Kedua, Contoh Rasulullah
Untuk mentaati Allah butuh contoh. Dan contoh terbaik adalah Rasulullah SAW. Karenanya predikat yang Allah berikan kepada
Rasulullah adalah sebagai hamba. Dari kepribadian Rasulullah SAW minimal ada dua hal penting untuk kita tiru: (1) Tiru Cara
Ibadahnya kepada Allah. (2) Tiru Akhlaqnya yang mulia. Dalam hal ibadah, Rasulullah SAW Sangat sungguh-sungguh. Maksudnya
ibadah ritual. Setiap datang waktu shalat Rasulullah SAW segera ke masjid. Bahkan pernah suatu hari bersabda bahwa beliau
akan membakar rumah seseorang yang tidak mau melaksanakan shalat di masjid. Tidak hanya shalat yang wajib, melainkan juga
shalat-shalat sunnah. Bila Rasulullah SAW shalat malam, seringkali berdiri terlalu lama karena membaca surah yang panjang
sampai bengkak kakinya. Lidahnya tidak pernah kering dari dzikir. Setiap hari selalu mengucapkan istighfar minimal tujuh
puluh kali, dalam riwayat lain seratus kali. Tidak hanya shalat puasa juga demikian. Dalam banyak hadits, selalu kita
temukan contoh-contoh puasa yang dilakukan Rasulullah SAW. Tidak saja puasa wajib melainkan juga puasa sunnah.
Adapun dalam segi akhlaq, Rasulullah SAW adalah contoh yang paling baik. Allah swt telah memuji akhlaqnya dalam surga Al
Qalam:4 Allah berfirman: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Ini pujian bukan ucapan manusia.
Seandainya yang mengucapkan manusia, mungkin kita bisa menyangkalnya, sebab boleh jadi pujian itu datang karena kepentingan
tertentu atau ada tujuan-tujuan subjektif tersembunyi. Namun pujian itu datang dari Allah yang Maha objektif. Allah maha
tahu. Maka tidak ada dalam pujian itu yang ditutup-tutupi. Itu pujian paling mewakili hakikat kepribadian Rasulullah SAW.
Dan benar, bahwa Rasulullah SAW berakhlaq mulia. Bagi istrinya beliau adalah suami terbaik. Aisyah RA Menceritakan bahwa
Rasulullah SAW tidak menyakiti istrinya, pun tidak pernah memukul benda. Kepada anak dan cucunya Rasulullah SAW adalah
contoh ayah yang baik. Seringkali dikisahkan bahwa Rasulullah SAW selalu menyempatkan diri bermain dengan cucunya Hasan-
Husein. Kepada sahabat-sahabatnya Rasulullah adalah guru sekaligus sahabat yang baik. Begitu hijrah ke Madinah, beliau
segera bangun persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar. Kepada non Muslim Rasulullah SAW melindungi mereka, memberikan
hak-hak mereka, tidak ada seorang pun yang dizhalimi, pun tidak satu tempat ibadah pun milik mereka yang dirusak apalagi
dihancurkan.
Ketiga, Selamatkan Kemanusiaan
Islam diturunkan untuk keselamatan manusia. Tidak ada dalam ajaran Islam satu ayat atau satu hadits pun yang mengajarkan
kezhaliman terhadap kemanusiaan. Dalam perang pun tuntunan Islam sangat jelas. Yang boleh dilawan hanya yang menyerang
saja. Sementara anak-anak dan kaum wanita serta para rahib yang sedang beribadah tidak boleh disakiti apalagi dibunuh.
Segala yang merusak kemanusiaan diharamkan. Khamer diharamkan karena merusak akal. Zina haram karena merusak nasab dan
harga diri. Riba diharamkan karena merusak harta, dan di dalamnya ada kezhaliman dan seterusnya.
Ajaran ibadah ritual dalam Islam, semua bertujuan agar jiwa manusia hidup. Bahwa manusia tidak cukup hanya hidup dengan
fisiknya saja. Manusia harus hidup fisik dan jiwanya. Karenanya Allah bekalkan iman. Maka sungguh tidak akan selamat
manusia yang mati jiwanya. Inilah makna ayat: qad aflaha man zakkahaa wa qad khaaba mandassaahaa (QS 91:9-10). Perhatikan
apa yang di alami manusia-manusia kafir. Mereka meronta-ronta jiwanya. Sekalipun segala kesenangan dunia dimudahkan tetapi
mereka masih saja merasakan dalam dirinya ada sesuatu yang hilang. Karenanya mereka lari ke tempat-tempat maksiat. Itupun
tidak cukup, mereka di saat yang sama harus mabuk, untuk menghindari ketercekaman jiwa. Namun semua itu bukan jawaban.
Sebab jawabannya hanya iman yang jujur.
Lebih jauh, ajaran membantu fakir miskin, menyenangkan anak yatim, menjenguk orang sakit, membantu yang lemah, menghormati
yang lebih tua, mengabdi kepada kedua orang tua, itu semua sangat tegas dalam Al Qur’an dan As sunnah. Maka seorang muslim
tidak cukup hanya baik secara ibadah ritual melainkan lebih dari itu harus juga baik secara sosial. Tetapi maksudnya bukan
seperti yang dikatakan sebagian orang: bahwa yang penting baik sosialnya kepada orang lain, sekalipun tidak patuh dalam
ibadah ritualnya. Tidak, tidak demikian pengertian dalam hal ini. Islam mengajarkan keseimbangan: keseimbangan antara
jasmani dan rohani, keseimbangan antara ritual dan sosial, pun keseimbangan antara dunia dan akhirat. Wallahu a’lam
bishsawab. DR. Amir Faishol Fath (dakwatuna/baiti/i-dream)